Perkembangan Pers Pada Era Kolonial


            Pada awal abad ke-19, media massa yang pertama kali muncul pada Era Kolonial Belanda adalah Bataviasche Kolonial Courant, tetapi pada massa Pemerintahan Inggris diganti dengan surat kabar yang berbahasa Inggris yaitu Java Government Gazette. Akan tetapi setelah diadakannya Konvensi London dan Belanda berhasil mendapatkan kembali daerah Koloninya tersebut, surat kabar itu berubah lagi menjadi Javasche Courant, yang tetap membawa suara
Pemerintah Hindia Belanda.
            W. Bruining dari Rotterdam adalah Orang yang pertama kali membawa alat percetakan ke Indonesia. Pada 1851, Ia berhasil menerbitkan surat kabar mingguan Het Bataviasche Advertentie Blad, sesuai dengan namanya mingguan itu hanya berisi iklan dan berita-berita umum lain yang dikutip dari penerbitan resmi yang terbit di Nederland (Staatscourant) dan untuk berita di daerah jajahan dari Javasche Courant.
            Pada tahun 1852, di Betawi muncul surat kabar Java Bode sebagai pengganti Het Bataviasche Advertentie Blad. Pendirinya adalah W. Bruining dengan bantuan H.M Van Dorp, Van Hazen Noman dan Kolf. Pada tahun 1857, seluruh perusahaan diambil alih olehVan Dorp, yang mengusahakan edisi Istimewa untuk diedarkan
di Nederland. Pada akhir tahun 1869,  Java Bode menjadi harian.
            Saingan Java Bode yang pertama kali ialah Het Algemeen Dagblad voor Nederlandsch Indie yang didirikan oleh Coenraad Busken Huet, mantan pegawai yang telah habis masa kontraknya dengan Java Bode.
Adapun surat kabar yang berkembang pada abad ke-19 adalah:

No.
Daerah
Tahun Terbit
Surat Kabar
1.
Semarang
1851
De Locomotief.
2.
Surabaya
1852
Soerabajaasch Handelsblad.



Soerabaja Courant.
3.
Surakarta
1871
Vorstenlanden.
4.
Cirebon
1883
Tjiremai.
5.
Batawi
-
Bataviaasch Nieuwsblad.
Thiemes Adverstentieblad.
6.
Bandung
1895
De Preanger Bode.
7.
Sumatera
1884
1889
Deli Courant.
Sumatra Post.
9.
Palembang
1898
Nieuws en Advertentie blad voor de Residentie Palembang.
Djambi en Banka.
Dari perkembangan pers tersebut, pada mulanya pers terbit sebagai bagian usaha Orang Belanda dan kemudian menjadi pembawa kepentingan perusahaan perkebunan dan Industri minyak. Isinya belum mencerminkan persoalan-persoalan politik masa itu, karena memang sejak semula Pemerintah Hindia Belanda mengatur berita-berita yang tidak berbahaya bagi pemerintahan sendiri. Pers Belanda sendiri sejak semula merupakan “Pers Resmmi” karena isinya harus disetujui oleh Pemerintah.
            Secara umum dapat dikatakan, isi surat kabar dan Majalah Hindia Belanda berhaluan
Politik Netral. Namun, sejak akhir abad ke-19 mulai kelihatan adanya mingguan yang bercorak dan berdasar suatu program Politik. Karangan-karangan di Surat Kabar pun mulai bersikap kritis terhadap politik kolonial Belanda di Indonesia.
            Diantara Majalah yang mulai berpolitik antara lain Bondsblad, terbit pertama kali pada tahun 1897. Sebagai pembawa suara Indische Bond, yaitu perkumpulan kaum Indo-Belanda yang memperjuangkan Hindia Belanda sebagai
Tanah Airnya dan mengusahakan perlakuan yang sama dalam bidang politik bagi Mereka.

B.     Perkembangan Media Massa Pers pada Awal Abad ke-20.
            Di Jakarta, pada waktu itu ada Java Bode yang merupakan surat kabar resmi, dan selalu membela kebijaksanaan Pemerintah. Untuk itu, Java Bode mendapat berita-berita Pemerintah secara khusus, sehingga merupakan lembaran penerangan bagi apa saja yang terjadi di kalangan Pemerintah tentang Pengangkatan dan Pemindahan Pegawai, rencana-rencana peraturan Pemerintah,dll.
            Pada tahun 1907, E.F.E. Douwes Dekker  diangkat menjadi Redaktur Bataviasche Nieuwsblad menggantikan F.K.H. Zaalberg. Ia seorang Politikus terkemuka sampai masa Republik Indonesia. Douwes Dekker seorang Wartawan berbakat, Ia memiliki Pikiran yang tajam dan dapat mengolah kesan-kesan dengan cepat.
            Begitu juga dengan Zaalberg, Ia juga merasa Sakit Hati terhadap Negeri Belanda dan
Belanda di Jawa Timur. Pandangannya reaksioner terhadap tumbuhnya pergerakan Nasional. Ia melakukan kritik tajam terhadap kebikaksanaan politik Gubernur Jenderal Idenburg
Orang-Orang Belanda. Pengalamannya di dalam Locomotief memperdalam pengetahuan dan pengertiannya, dan kesimpulannya bahwa penyebab kemelaratan Kaum Indo  ialah tata susunan Eksploitasi modal kolonial. Oleh karena itu, hubungan kolinial harus dihancurkan.
            Pada tahun 1912, Ia mendirikan Indische Partij di Bandung, yang merumuskan program kerja sama Penduduk Bumiputra dengan kaum Indo dan golongan-golongan lain untuk membina “Bangsa Hindia” (Indiers).
Sebagai Wartawan, kemampuannya dibuktikan dengan laporannya tentang Pemberontakan Petani Tanggerang, yang berlatar belakang adanya ketidakadilan dan penindasan di tanah-tanah Partikelir. Sebab-sebab pemberontakan Petani itu terletak pada tata susunan milik atas tanah-tanah Partikelir dengan Penduduknya, yang sejak abad ke-18 dijual oleh Gubernur Jenderal Van Imhoff  kepada pihak Partikelir.
            Kota kedua yang penting bagi perkembangan Pers Belanda ialah Surabaya tempat terbit Het Soerabajaasch Handelsblad, yang terutama didukung oleh kaum pengusaha Pabrik Gula
banyak berisi berita-berita yang berasal dari Telegram.
            Pada Zaman Gubernur Jenderal J.B. Van Heutsz (1904-1909) pernah didirikan suatu kantor berita setengah resmi yang berada di dalam sekretariat Umum. Karena sifatnya yang resmi maka kantor berita itu tidak lama bertahan.
            Pada 1 April 1917, di tengah-tengah kecamuk Perang Dunia I, D.W. Beretty Mantan Pegawai Kantor Telegrap dan pernah bekerja untuk Bataviaasch Nieuwsblad dan Java Bode mendirikan kantor berita ANETA (Algemeen Nieuws En Telegraaf Agentschap= Keagenan Berita Umum dan Telegraf).
ANETA dalam waktu singkat berkembang menjadi kantor berita atau biro pers yang besar dan modern, sebagai pusat pengirim dan penerima berita dari berbagai penjuru Dunia. Pada tahun 1920, ANETA telah mempunyai kantor bertingkat berlantai tiga (kini ditempati Kantor Berita ANTARA) dan pada tahun 1924 membuka sendiri stasiun Radionya.
ANETA juga menjadi pemegang monopoli dalam penyebaran dan pembagian berita-
Sosialisme merencanakan berbagai Program perbaikan dan perluasan Kota.  Kehidupan Politik di Kota itu memberi warna-wajah surat kabar di Kota itu, baik Surat Kabar Belanda, Melayu-Tionghoa maupun Indonesia. Dilihat dari sudut perkembangan Pers pada umumnya, proses antar hubungan ketiga Pranata Komunikasi Masyarakat itu pun sangat penting bagi kesinambungan perkembangan Pers di Indonesia.

            Salah satu segi kegiatan penting yang berhubungan dengan surat kabar ialah kehidupan lalu lintas Telegram. Surat-surat kabar Belanda makin lama makin
berita, terutama karena kedudukannya disokong sepenuhnya oleh Pemerintah Hindia Belanda.

, yang dengan simpatik memperhatikan tumbuhnya Budi Utomo, Sarekat Islam dan Indische Partij.
            Kota ketiga yang penting bagi kelahiran Pers Belanda ialah Semarang. Pada awal abad ke-20, kehidupan Orang-orang Belanda terpusat pada masalah bagaimana membangun  Kota Semarang. Kota Semarang didalam Sejarah Indonesia dikenal pula sebagai tempat lahirnya gagasan Sosialisme. Melalui kegiatannya dalam Dewan Kotapraja, wakil-wakil penganjur